Senja meninggalkan fajar diufuk orange nya langit. Menambah keindahan tersendiri suasana sore dikala itu.

Terpaku menatap monitor yang menyala.

Tatapan nya hampa, lurus tak bertitik. Sepertinya ada pesan tak tersampaikan.

"Ray!". Panggil ku kepadanya.

"----"

"Sudahlah Ray, hentikan kebiasaanmu itu".

Sekarang sudah tengah malam, tatapan Ray dimonitor itu tak kunjung usai. Matanya berkaca, menahan air mata yang hendak jatuh membahasi pipi Ray. Aku tidak tahu jelas mengapa iya selalu melakukan itu. Hampir setiap malam, iya membuka laptop dan tertegun dihadapannya. Kebiasaan yang aneh menurutku. Sering kucoba menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, namun tetap saja ia hanya diam dan fokus kepada monitor itu.

Kumatikan laptop nya dengan sengaja.

"Apa-apaan kamu!". Matanya yang tadi berkaca, seketika berubah menjadi sinis.

"Kamu bisa lihat jam tidak? Ini sudah tengah malam, kamu sudah berdiam disana selama 5 jam. Apa kamu tidak lelah?".

"---". Lagi-lagi dia menghiraukan ku.

"Sudahlah, aku ingin tidur". Ray meninggalkanku, dan beranjak menuju kamarnya.

Apa yang sebenarnya tarjadi?

Sudah seminggu lebih Ray melakukan kebiasaan nya itu. Anehnya, ia selalu mengrahasiakan dalang dari kebiasaannya itu. Seperti ada pesan tak tersampaikan. Semua rahasia, bak densus 88 yang mengintai sebuah target.

Ku hidupkan kembali laptopnya.

Tampak jelas foto wanita cantik berhijab di wallpaper nya.

"Siapa dia?".

"Mengapa dia tidak pernah cerita tentang wanita ini?".

Ray adalah sahabatku, kami berteman sudah cukup lama. Dia selalu bercerita tantang apa yang ia rasa. Namun, tidak untuk wanita ini, dia merahasiakan nya dariku. Sepertinya dia tidak ingin aku mengetahui pasal wanita ini. Wajahnya cantik, ditambah dengan hijab yang ia kenakan. Rasa penasaranku semakin besar dengan wanita ini.

Kubuka folder dilaptopnya. Berharap kudapatkan sumber lain yang membuat rasa penasaranku hilang. Tak satupun yang dapat memperkuat siapa wanita itu. Tapi, kutemukan satu foto kembali, namun kali ini foto seorang pria. Berbeda dengan foto di wallpaper, difoto ini tampak seorang pria berpenampilan kumuh, layaknya seorang preman.

"Siapa pria ini?"

"Bukannya dia seorang preman?".

"Kenapa Ray menyimpan foto ini?.

Beribu pertanyaan terbesit di kepalaku. Bukannya memperkuat pasal foto di wallpaper itu, justrtu menambah rasa penasaranku kepada Ray. Penuh dengan teka-teki.

"Dika! Kamu ngapai?". Seketika Ray mengagetkanku.

Ray terbangun, dan mendapati ku yang sedang membuka laptopnya.

"E...Maaf Ray". Jawabku terbatah-batah.

"Kenapa sih kamu selalu sibuk dengan kehidupanku? Kenapa kamu selalu penasaran dengan apa yang kulakukan?". Kini emosinya mulai memuncak.

"Maaf Ray, aku tidak bermaksud untuk mengurusi hidup mu, aku hanya ingin kau bahagia, tidak murung seperti ini". Jawabku pelan.

"Ada sedikit masalah".

"Kita bersahabat sejak lama, kau bisa bercerita denganku, aku akan dengar keluh kesahmu".

(*)

Dimalam itu, ketika hujan mengguyur deras perkarangan rumahku. Aku dan ibuku hanya menikati dinginnya suasana malam.

"Ayah dimana bu?". Tanyaku menatap mata seorang pahlawan tak bersayap.

"Lagi duluar, Nak." Jawabnya pelan.

"Kenapa Ayah jarang dirumah Bu?".

"Ayah lagi mencari nafkah untuk kita, Nak". Jawabnya senyum, meneduhkan hati.

Aku tidak tahu jelas perkejaan Ayah ku. Yang kutahu, Ayah pulang disaat kami nyenyak dalam tidur, dan pergi kembali disaat kami belum terbangun. Begitu setiap harinya. Sosok Ayah tak kudaptkan seutuhnya, aku memiliki Ayah, namun tidak untuk kasih sayangnya. Kadang aku iri melihat mereka. Mereka yang mendapatkan kasih sayang Ayah seutuhnya, yang mengayomi anak dan isterinya. Tidak dengan Ayahku. Namun, aku tetap sayang padanya bagaimanapun itu.

"Sebenarnya pekerjaan Ayah apa Ibu?".

"Ayah bekerja sebagai kuli, Nak".

"Sudahlah ini sudah larut malam, lebih baik kita tidur". Ajak nya lembut sambil menghelus kepalaku.

Aku tidur bersama Ibuku, nyenyak rasanya tidur bersamanya. Ditambah lagi helusan lembut tangan nya dikepala, menambah kenikmatan tersendiri bagiku.

"Assalamu'alaikum!".

Terdengar keras suara dobrakan pintu.

Ibuku yang sudah nyenyak tertidur, sontak terbangun dari tidurnya.

"Wa'alaikumsalam".

Seketika aku ingin bangun dan melihat mereka, namun kuurangkan niat ku itu. Aku berpura-pura tidur dan mendengarkan perbincangan mereka.

“Kamu dari mana saja, Mas? Hujan deras begini pun kamu tak ingat dengan kami?”. Suaranya terbatah-batah, kutahu itu suara Ibuku. Sepertinya dia menangis.

“Ah, kamu sibuk saja!”. Suara nya keras, menandingi suara dentuman air hujan yang menerpa atap kami.

“Taubat Mas, taubat! Semua yang kamu lakukan itu adalah haram. Dan harta yang kamu berikan kepada kami itu adalah harta yang kamu peroleh dengan cara yang tidak benar”.

“(Ayah menampar Ibu)”.

Hatiku hancur, seketika aku ingin bangun dan memeluk Ibuku yang tak bersalah. Kembali kuurungkan niatku itu, aku takut Ibuku semakin tersiksa jika ia mengetahui bahwa kebenarannya kini tak lagi tersimpan. Ayah yang selama ini ku damba-dambakan, kini sirna dan berubah menjadi kebencian. Ibu yang selalu menyimpan rahasia jahatnya, kini ia lakukan semaunya. Aku benci Ayah!

Bagiku Ayah telah tiada, aku terlahir tanpa Ayah. Ayah telah mati!. Air mataku tak mampu ku bendung, kekecewaan dan amarah kini beradu jadi satu. Pantas, Ibu selalu menyembunyikan ini kepadaku, karena dia tak ingin aku sedih karena ulah kekasihnya itu.

“Tega kamu iya, Mas! Kamu tidak kasihan apa dengan anak kamu? Ia seharusnya merasakan pendidikan seperti anak-anak lainnya, namun yang kamu berikan apa? Kamu haya fikirkan ego kamu saja!”. Tangis Ibuku kini semakin memecah.

“Anak-anak kamu, kamu urusi aja sendiri!”.

Malam itu adalah malam terburuk yang ku punya. Semua terjadi diluar dugaanku.

Keesekoan harinya.

Secarik kertas terletak diatas meja.

Ibu, maafkaan Ray, Ray sudah menjadi beban dikeluarga. Ray paham, dengan kehadiran Ray dikeluarga ini, justru menambah kericuhan mendalam. Ray sudah mengetahui semuanya. Ayah yang selama ini Ray dambakan bukanlah Ayah yang seutuhnya. Orang yang selama ini Ray rindukan, kini hanyalah sosok yang Ray benci keberadaannya. Maaf, Ray tidak bisa memberikan yang terbaik buat Ibu. Tapi, Ray janji bu, suatu saat Ray akan buktikan bahwa anak pembawa sial, akan membuat orang tuanya menangis karena kesuksesannya. Tolong, Ibu jangan mencari Ray. Ray akan jaga diri sendiri. Ray minta Ibu jangan tinggal bersamanya lagi. Lebih baik Ibu tinggal dikolong jembatan, dibanding tinggal bersama Pria ***** itu! Karena itu lebih baik bagi Ray.

Ray akan selalu merindukan Ibu, jaga diri baik-baik iya bu.

Ray sayang ibu,

(*)
AKU TIDAK BERUBAH, MENANTI 
KEHENINGAN MALAM

Pernahkah kau berfikir hal yang lebih menyakitkan dari menanti? Yaitu, ketika kamu telah menemukan ‘rumah’ baru, tempat kau berteduh dari kesenjangan, memberikan kenyamanan didalamnya, dan melupakan belenggu yang pernah terukir dalam suatu kisah, yang kau sebut dengan kenangan.

 Kau berusaha pergi, disaat aku menanti kedatanganmu, kau menjauh, disaat aku ingin berlabuh, kau pergi tanpa sepatah-katapun, membiarkanku melamun, dan akhirnya mati tanpa ampun

Mungkin, bagimu itu biasa, membiarkan luka melekit tanpa asa. Menjadikan memori menjadi history yang kelak akan kau remove dari dalam diri. Membiarkanku menanti dan terus menanti. Apakah kau tahu atau tidak? Atau kau yang mungkin tidak ingin tahu? Aku tidak peduli itu.

Suasana malam kembali hidangkan kenangan kelam, tentang ikatan yang menginginkan kembali dua insan yang saling memuja. Ikrar yang sempat terucap oleh bibir manismu ‘Jangan berubah’Tetaplah begini’ kini menjadi jamu pahit yang mematikan rasa, membeku pilu, dan akhirnya mati dalam belenggu.

Aku tak yakin kau percaya, tentang bersikeras nya aku yang tidak ingin berubah. Hanya saja berbeda, malamku kini tak sesejuk malam kemarin. Mungkin Bulan telah mencuri angin dariku, mungkin saja Langit juga menarik oksigen dariku. Agar aku sesak, kemudian mati dalam penantian.

                                                                             -Kamu yang selalu dinanti-

                                                                              Fajar Kesuma M | 07-11-2017



 (**)
RINDUKU TETAP RINDUKU, RINDUMU ITU YANG SEDANG KU RINDU

Menantimu adalah hal yang lumrah bagiku, menyibukkan diriku dengan kegiatan-kegiatan yang mungkin tak berarti, menatap jam berjalan sesuai waktunya, berharap kau datang dan menghentikan penantianku ini. Namun sayang, beriringnya waktu, kau pun tak kunjung datang. Kini aku hanya bisa satu, yaitu ‘merindukanmu’.

Pernah kau berfikir hal yang lebih menyakitkan dari merindu? Yaitu, ketika kamu sangat menginginkan kehadirannya, dan disaat itulah keberadaan mu tidak diinginkannya. Bagiku itu biasa, menahan gejolak rindu yang memuncak, dan menetralisir dengan segala cara yang kupunya. Mungkin, melakukan hal konyol yang memecahkan tawa sekitar, mungkin juga menjadi orang gila demi kebahagiaan orang banyak. Aku tak peduli bagaimana aku, yang ku tahu mereka bahagia karena ku.

“Hai, orang yang sedang dirindu!” Apakah kau juga merasakan rasa yang sama? Atau justru kau tidak pernah menganggapku ada? Ah, aku tak perduli itu. Yang kutahu, aku merindukanmu, sangat merindukanmu.

Biarlah rinduku tetap menjadi rinduku, terpendam bersama pilu hati yang menjerit. Terbang bersama kenangan yang kusebut dengan angan-angan. “Apakah kau rindu denganku?”. Itu urusanmu, yang menjadi urusanku adalah bagaimana aku tetap bertahan dengan kerinduan yang menerpa tanpa henti.

                                                                                             -Penikmat Rindu-

                                                                                  Fajar Kesuma M | 07-11-2017


  (***)
HANYA BUTUH WAKTU, UNTUK BERLALU
          
Detik berganti menit, Menit berganti jam, Jam berganti hari, dan begitulah seterusnya. Namun, tiada kebahagiaan yang didapat, hanya rindu yang semakin melarat. Menenangkan jiwa yang terkontaminasi kejamnya penantian. Penantian yang tiada ujung, namun berselubung. Semakin jauh aku melupakan, semakin kuat pula ingatanku terhadapmu. Entah mengapa, ramuan apa yang kau mantra kepadaku. Seakan aku terpikat pada bayangmu. Ketentraman tak juga sanggup untuk meredam gejolak rindu ini. Mungkin, bersemedi adalah cara tepat menetralisirnya.

Berdiam diri dalam ketenangan, menolak keras akan kericuhan yang mengusik ketentraman. Menenangkan jiwa, mendinginkan kepala yang sempat memanas karena mu.
         
Kita hanya butuh waktu, mungkin lebih tepatnya aku. Aku hanya menunggu waktu berjalan, dan menikmati kehidupan yang seharusnya menjadi hakku.

Menjadi perangai cuek mungkin itulah aku sekarang. Tak perduli terhadap apa yang terjadi disekitar. Bukan aku angkuh, hanya saja tak ingin terjerat, dan akhirnya kembali jatuh dalam suasana sendu.

Ku yakin, malaikat pun percaya, betapa terpuruknya aku sekarang, impian yang terancang kini berserak bak kayu yang telah menjadi arang. Tugasku hanya menjadikan diriku yang dulu, mengembalikan angan yang sempat terbang tertiup angin, mengumpulkan harapan yang terserak karena penantian. Aku harus percaya, waktu akan membawa pergi kenangan itu dari hidupku, dan membiarkanku bahagia dengan cara yang ku punya.

-Semoga Bahagia-


Fajar Kesuma M | 07-11-2017







(TIGA)
*

Kriiiinng! Kriiiiing! Jam weker ku berdering, membangunkanku di waktu fajar.

Pukul 05.00 WIB. Hari ini sengaja aku bangun lebih awal dari hari biasanya. 

Kebiasaanku mengulang materi dipagi hari. Bukan belajar, tapi sekedar mengulang. Karena menurutku, daya ingat otakku di pagi hari bekerja lebih efektif dibanding malam hari. Aku lebih cepat menangkap dan mengingat selepas aku bangun dibanding sebelum aku tertidur. Entah mengapa, mungkin sudah menjadi hukum alam bagiku.

Aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan wajah dan bersikat gigi, kemudian mengambil buku yg terletak diatas meja belajar.

“Hari ini aku harus mendapat nilai seratus!” Tekadku dalam hati.
Menyemangati diriku sendiri, mungkin menambah motivasiku untuk belajar lebih giat.

“Oh tidak, aku akan terlambat” Seketika fikiran ku buyar, ketika melihat jam wekerku menunjukkan jam 06.30 WIB. Niatku belajar hanya sampai jam 6 pagi, tapi karena aku keseruan, maka aku lupa akan waktu.

Gak bisa kebayang gimana cepatnya aku bersiap-siap, mandi, berpakain, sarapan, dan semua itu kulakukan hanya dalam waktu lima belas menit. Aku masuk sekolah pukul 
07.00 WIB, dan berjalan menuju sekolah memakan waktu lima belas menit.

*sesampainya disekolah

Ternyata aku berada diambang waktu, ketika aku sampai digerbang, dan ketika itulah bel berdering.

“Alhamdulillah, aku tidak terlambat” Meskipun jantungku masih berdebar kencang akibat berlari tadi, tapi aku tetap tidak akan lupa untuk selalu bersyukur kepada-Nya.

“Tumben datang sewaktu bel? Biasa lu datang cepat Yan?” Lagak Jaka di depan pintu. Dia meledekku karena aku datang lebih lama dibanding dia, sebenarnya aku tahu jelas alasan Jaka datang lebih awal, tak lain tak bukan untuk mencari bantuan untuk ulangan nanti.

“Iyaa tadi ada kucing berantam dijalan” Jawabku ketus meninggalkannya didepan pintu.

“Gimana? Seperti yang tadi malam kan?” Jaka masih saja menanyakan perihal aku memberikan bantuan ulangan nanti.

“---“ Tidak berkata sedikitpun.

*ulangan dimulai

Ulangan kali ini menggunakan gelombang, dan kebetulan aku tidak segelombang dengan Jaka. Bisa kebayang deh, bagaimana suntuknya Jaka hari ini.

Jaka, Jaka. Rasain sendirikan akibatnya. Masih saja ngandalkan bantuan orang! Berusaha dong! Zaman sekarang mana ada yang sukses mendadak. Semua butuh perjuangan. Gumamku didalam hati. Memikirkan bagaimana nasib Jaka dalam ulangan ini.

Kurang beruntungnya lagi, Jaka mendapati urutan gelombang pertama yang selepas masuk kelas langsung menghadapi ujian, tanpa ada persiapan sedikitpun. Mungkin ini menjadi cambukan bagi dia, bahwa segala sesuatu butuh PROSES! Usaha adalah yang terpenting. Jangan selalu mengharapkan bantuan dari orang, karena takdirmu dengan takdir dia tidak akan pernah sama.

*selepas ulangan

“Sial! Kenapa harus pakai gelombang!” Sontak Jaka dengan wajahnya yang memerah. Iyaa aku paham mungkin dia depresi menghadapi ulangan tadi.

“Kenapa? Gak bisa jawab Ulangan? Gak ada yang mau bantuin?”

Karena Jaka terdiam, lantas aku melanjutkan perkataanku tadi,

“Lainkali belajar, jangan terus-terusan mengharap bantuan dari orang. Karena kita tidak tahu bagaimana takdir kita mendatang. Manusia hanya bisa menerka, dan Allah lah yang menetapkan” Tegasku kepadanya.

“Iyadeh iya maaf, lain kali aku belajar kok.”

“Iyaudah bagus kalau begitu”

Kriiiing! Bel Istirah telah berdering. Memecahkan perbincangan diantara kami.

“Kantin yuk!” Ajak Jaka kepadaku.

“Hemm,,boleh juga tuh.”

Kini saatnya waktu Istirahat, mungkin untuk yang pertama kalinya aku mau diajak keluar kelas oleh Jaka untuk pergi ke Kantin, dengan sekian lamanya aku bersembunyi dibalik jendela. Menurutku unik sih, tidak seburuk yang kubayangkan. Memang sih tak se-seru dibalik jendela, iyaa tapi setidaknya lebih baik dari yang kubayangkan selama ini.

“Seru juga iya ternyata”

“Memang serulah, disini kita dapat menikmati kehidupan, disini kita dapat bercengkrama, disini juga kita dapat beradaptasi.”

“Iya, selama ini aku hanya berfikir jika kehidupan luar hanya membawaku ke jalan keburukan. Ternyata aku salah, ada banyak jalan yang dapat ku ekspresikan disini.”

Perbincangan panjang terjadi diantara kami, kami saling bertukar argumaen. Disisi inilah merupakan alasanku mengapa Jaka merupakan salah satu teman terbaikku.
Disaat aku terputus terhadap satu PENDAPAT! Disaat itu jugalah Jaka memberikanku beribu jalan keluar. Membawaku ke alam yang ku kira kelam, tapi ternyata sunnguh menyenangkan!

Kami berjalan menelusuri lorong kelas, hinnga sampai pada tujuan kami KANTIN.

Tampak jelas dimata ku sekumpulan manusia berada disana. Ada yang sedang berbincang, ada yang sedang bercanda, ada yang sedah bergaduh, bahkan ada yang sedang sendiri. Beribu macam tipe manusia disana. Aku belajar dari mereka, dan aku mengerti bahwa manusia itu bersifat cuek. Bahkan masih dalam satu tempat saja, mereka tidak dapat mengkondusifkannya, justru membuat kesibukan tersendiri, seakan tak perduli dengan sekitar. Membiarkan tempat untuk mengkondusifkan mereka. Jujur, aku sangat benci ini! Ini juga jadi alasanku mengapa aku tidak suka dengan kehidupan luar!

“Ayuuuk duduk sini” Ajak Jaka kepadaku. Seketika Jaka membuyarkan lamunan ku tadi.

“Iya..iya” Aku yang melamun tadi, lantas mendatangi tempat duduk kosong yang kebetulan di sebelah Jaka.

“Makan apa?” Tanya Jaka kepadaku.

“Hmm, nasi goreng ajalah.”

“Baiklah, ku pesan dulu iya” Karena baru pertama kalinya aku ke Kantin maka Jaka yang memesankan makanan ke Ibu kantin.

Aku melihat sekeliling, melihat kesibukan-kesibukan yang mereka lakukan.

Tiba-tiba pandanganku terfokus ke satu arah.

“Siapa dia?” Tampak seorang cewe duduk sendirian di meja Kantin.

“Lo, itukan Bulan? Kenapa dia sendiri? Dimana temannya?” Ternyata seorang cewe tersebut adalah Bulan, Anak murid baru di sekolah ini, seorang cewe yang sempat ku ajak berkenalan di gerbang waktu itu.

Karena aku melihat Bulan sendiri di Kantin, lantas aku datang menghampirinya, dan kebetulan terdapat bangku kosong disebelahnya.

“Boleh aku duduk disamping?” Izinku kepadanya.

“Silahkan” Jawabnya mengizinkanku untuk duduk disampingnya.

Kami saling berdiam diri, membiarkan suasana membeku dikala itu. Karena tidak ada yang memulai perbincangan, maka sebagai lelaki sejati aku memualinya.

“Kenapa sendiri? Dimana temannya? Sedikit kepo sih, iya tapi sedikit kok gak banyak.

“Gak ada yang bisa diajak kesini” Jawabnya pelan. Iya mungkin dia anak baru jadi wajar dia belum beradaptasi dengan teman sekililingnya.

“Iyaa sih wajar, namanya juga anak baru. Tapi tenang, dengan beriringnya waktu pasti nanti akan ada teman yang bersedia menemani Bulan disini”

“—“ (Tersimpu malu).

Lagi-lagi Jaka datang, dan mengubah suasana menjadi tegang.

“Daritadi dicariin, eh kok malah disini” Ucapnya dengan kerutan di dahinya.
Aku yang melihat ekspresi Jaka sontak meninggalkan Bulan sendiri tanpa pamit sedikitpun.

“Lu dari tadi kemana sih?” Tanya Jaka dengan eskpresi jeleknya.

“Iya maaf, cuma ngawanin Bulan bentar aja tadi, kasihan dia sendirian.” Jawabku pelan, berusaha meredam emosi yang lagi memuncak di hati Jaka.

Jaka yang mengetahui kebenaran itu sontak tersadar dari emosi kesetanannya itu.

“Loh tadi itu si Bulan?” Tanyanya kepadaku.

“Iyaa”

“Kenapa gak bilang?”

“Eh, gimana aku mau ngomong! Tapi kau udah marah-marah duluan samaku” Jawabku malas. 

Seringkali bagi Jaka untuk tidak mengontrol emosinya dan pada akhirnya dia sendiri juga yang menyesali itu.

Emang dasar keras kepala! Geramku didalam hati.

“Iya maaf, ku kira tadi itu bukan Bulan.”

“—“ Tak berkata sedikitpun.

Bukannya aku merajuk, bukannya aku marah. Tapi aku malas. Untuk kesekian kali aku menjadi imbas dari emosinya itu. Dan untuk kesekian kalinya juga dia meminta maaf setelah sadar bahwa yang dia lakukan itu salah! Daripada aku nanti terpancing emosi, lebih baik aku diam.


(DUA)
*
#Scene bertemu dengan Luffi

Jadi, Jaka menyuruh ku datang tepat waktu ke Taman Kota hanya untuk membicarakan gadis cuek itu? Hah! Sungguh membosankan!

Aku terus mengomel sepanjang jalan, hinnga aku tak sadar dan menabrak bahu orang yang sedang jalan berlawan arah denganku.

“Maaf, nona saya tidak sengaja” Sambil membantu merapikan kertas yang berhamburan karena aku menabraknya.

“Oh, gapapa kok” 

“Kalau boleh tau siapa nama nona? Orang baru disini iya? Sepertinya saya baru pertama kali melihat wajah nona”

Dengan rasa malu-malu ia pun menjawab “Nama saya Luffi, iya saya orang baru dikota ini” Menurutku wajar sih jika dia sedikit malu berbincang denganku, apalagi dia juga orang baru dikota ini.

Tiba-tiba Jaka datang dan memecahkan perbincangan diantara kami.

“Ayuk pulang!” Ajak Jaka dengan menunggangi kereta yang dibawanya sehari-hari.

Pengrusak memang si Jaka ini, masih aja kenalan udah datang aja bocah tengil satu 
ini! Gumamku dalam hati.

“Saya duluan iya” Karena sudah terlanjur Jaka mengajakku untuk pulang bersamanya, maka terpaksa aku harus meninggalkan gadis itu seorang.

“Iyaaiyaa” Jawab gadis tersebut sembari melanjutkan jalannya.

Sepanjang jalan Jaka terus bertanya-tanya tentang cewe yang bepapasan denganku, Sang gadis yang sempat kuajak berkenalan tadi. Sudah kebiasaan Jaka untuk kepo kepada seseorang, terutama aku teman sebangkunya.

“Cewe tadi siapa Yan?” Tanya Jaka sambil mengendarai keretanya.

“Bukan siapa-siapa kok, udah lu fokus aja bawa keretanya” Sudah menjadi kebiasaan Jaka tidak memperhatikan jalan ketika sedang berbincang. Sewajarnya aku takut terjadi kecelakaan karena kecerebohan Jaka tidak fokus berkendara.

“Iyaudeh iya” Jawab Jaka dengan wajah ketusnya

*sesampainya dirumah Aryan

“Lu mau duduk dulu atau langsung pulang?” Ajak ku sembari membuka pintu rumah. Kebetulan orang tuaku pigi dikala itu, jadi aku yang membawa kunci rumah.

“Duduk sebentarlah” Sahut Jaka dengan menyagakkan keretanya dan duduk di kursi depan teras yang sudah terletak disana.

Perbincangan panjang terjadi diantara kami, masih dalam pertanyaan yang sama, Jaka tetap saja menanyakan sang gadis yang kujumpa di jalan tadi.
Dan kebetulan jam telah menunjukkan Pukul 18.00 WIB, memberikan alasan untuk ku mengakhiri perbincangan diantara kami.

“Udah jam 6 Sore ini, sudah sana pulang!” Perintahku sambil melihatkan jam tanganku yang tepat menunjukkan pukul 6 sore.

“Iyaudalah, kita lanjutkan besok lagi iya!” Jawab Jaka, sembari berdiri dari bangku tempat yang ia duduki.
Jaka yang berdiri dari tempat duduknya, lekas mengambil kunci yang ia letakkan diatas meja dan menaiki keretanya.

Brrrummmm, suara berising knalpot racing Jaka menyelkit di telingaku. Sudah kebiasaannya untuk pamer akan suara berising knalpotnya itu.

“Sudahlah, gak usah pamer, sakit telingaku dengar suara knalpot mu itu!” Tegasku sembari menutup kedua telinga akibat suara berisik knalpotnya itu.

“Hahah, Woles man! Sudah iya aku pamit dulu. Assalamu’alaikum!” Jaka yang berpamitan, lekas meninngalkan ku sendiri.

“Wa’alaikum salam!” Gumamku didalam hati. Karena Jaka sudah meninggalkan ku sebelum aku menjawab salamnya, maka aku menjawabnya di dalam hati

*waktu malam pun tiba

Aku harus belajar dengan giat! Besok adalah ulangan harian pertamaku.Aku harus mendapat nilai terbaik di ulangan pertamaku ini, Tekadku didalam hati.

Besok adalah ulangan mata pelajaran Fisika, salah satu mata pelajaran kesukaanku. Entah mengapa aku suka dengan mata pelajaran Fisika ini, menurutku Fisika itu unik. Kita dapat menemukan jawaban tidak hanya dengan satu jalan, tapi beribu jalan. Begitu juga dengan kehidupan, menuju kesuksesan tidak hanya dapat dicapai dengan jalan searah saja, tapi banyak beribu jalan potongan yang dapat membawa kita kearah tujuan yang sama KESUKSESAN.

Kriiing! Dering telpon ku berbunyi seketika menggangu keseriusan ku dalam belajar. Ternyata lagi-lagi Jaka Syahputra, ia mengirimkan pesan singkat agar aku memberikannya contekan sewaktu ulangan nanti.

“Yan, lu pandai Fisika kan? Lu kan teman sejati gue kan? Besok bantuin gue iya jawab soal ulangan nanti”

Memang bocah satu ini,entah apa kemauannya. Udahlah pulang cepat, gak mau istirahat, biar malam bisa belajar, malah ngajak ketemuan. Lah sekarang? Minta bantuin pulak untuk ngerjain soal ulangan besok! Ah bodo amat. Sebalku didalam hati.

Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB, tepat pukul 09 malam. Aku telah menghabiskan waktu selama 2 jam untuk belajar, dan kini saatnya untuk ku istirahat, dan siap bertempur besok!


(PERTAMA)
*

          Belakangan ini aku suka bersembunyi dibalik jendela, entah mengapa. Tapi aku suka. Menurutku aku dapat melihat dunia, dan semua kegiatan manusia dapat terpantau jelas di kaca jendela. Bukannya aku malu, tapi aku lebih baik memantau di banding menjaga. Karena menurutku, memantau nya dari kejauhan, secara tak langsung aku telah menjaganya. Walaupun sikapku sesamar ikhfa, tapi doaku sejelas idzhar, menurutku tidak ada penjaga terbaik apapun selain doa. Lebih baik aku berdoa meminta keselamatan di banding aku harus menjaga sehari penuh. Karena, tidak ada kekuatan apapun yang mampu mengalahkan kekutan tulusnya doa. Kerasnya kehidupan luar, sehingga lebih baik aku di dalam.
 “Dia” juga salah satu alasanku kenapa aku senang bersembunyi di balik jendela. Sang motivasi bagiku, iyaa aku gak mengenal begitu dalam hidupnya, tapi sedikit ku tau cerita tentangnya.
         
          KRIIIIING! KRIIIIING! Bel dering istirahat berbunyi.

 “Ayuk makan!” Ajak mereka serempak. Sudah kebiasaan kami makan bersama ketika keluar main tiba. Sifat kekeluargaan sangat melekat di jiwa kami. Walaupun kami tidak se-ibu tapi hati kami satu.

“Iyaudah duluanlah, aku lagi gak selera makan” Jawabku membalas ajakan mereka. Entah kenapa, dihari itu aku hilang selera makanku. Aku tidak puasa, tapi aku seakan puasa.

 “Iyaudalah kalau begitu kami makan duluan iya” Karena mereka tau selera makanku hilang dikala itu, maka mereka meminta izin kepadaku untuk makan tanpa aku.
Tiga puluh menit waktu istirahat, dan aku hanya diam terpaku menatap ke arah luar jendela. Iyaaa, dari pada aku diam seperti patung, lebih baik aku melihat kesibukan-kesibukan manusia diluar sana.

“Siapa dia?” Gumamku didalam hati. Iyaa karena aku jarang sekali keluar, maka wajar aku tidak mengenal siapa dia.

“Yan” Seseorang memanggilku dari belakang.

Siapa sih? Mengganggu saja

Namaku Aryan, dan nama lengkapku Aryan Setiawan. Terselip nama ayahku dinamaku. Wawan, nama ayah ku, sudah kebiasaan yang lumrah menyelipkan nama orang tua di nama anaknya. Maka tak jarang teman sekalas mencibirku dengan panggilan “wan­-wan”.

“Ada apa?, ngagetin aja”

“Liatin apa-an sih?”

“Lu kepo amat iya!”

Sudah biasa bagi seorang JAKA untuk meng-kepoin hidup orang

“Jaka Syahputra” Nama lengkap teman sebangku ku, kecil, hitam manis, sangat berbanding terbalik dengan diriku yang Bertubuh besar. Maka tak jarang orang yg melihat kami mengira bahwa kami adalah Kakak ber-adik.

“Gak liatin apa-apa kok, lagi boring aja” Gumamku dengan melengkungkan bibrku keatas.

“Yakin?”

“Iya”
          Tiga puluh menit telah berlalu, isitrahat telah usai. Kini tiba saatnya untuk masuk ke kelas dan memulai les selanjutnya, MATEMATIKA. Pelajaran yang amat rumit bagiku, seseorang harus dipaksa otaknya untuk mengerjakan suatu pembagian, perkalian, pengurangan, penjumlahan, pemfaktoran, pengakaran, dan banyak lainnya, yang sangat membosankan menurutku. Tapi beruntung guru MATEMATIKA ku terkesan Humoris. Jadi biarpun aku telah lelah dibuat oleh angka, tapi setidaknya aku bisa tertawa melihat tingkah guru ku yang membuat kami dapat tertawa lebar pada nya.

“Kerjakan Pilihan Berganda hal 151 iya, bapak mau keluar sebentar” Karena sibuk akan Tugas kurikulumnya, maka ia meninggalkan tugas kepada kami”

“Eh, tadi sebenernya lu lagi liatin apa-an sih?” Sontak Jaka menanyakan pertanyaan kepo nya tadi.

“Gak, tadi aku melihat cewe, tapi wajahnya kayanya asing dimataku”

“Gimana gak asing, keluar kelas aja kau gak pernah, mungkin kepala sekolah kita pun kau gak kenal iya?” Ujarnya dengan menepukkan tangannya dipundakku.

“Apa-apan sih lu, gue kenal lah. Pak Irwan kan? Orangnya gemuk, tinggi, dan kulitnya hitam kan” Jelasku dengan melepaskan tangan Jaka yang tersandar dipundakku.

“Iyaa, kau benar, tapi apa salahnya sih, kau itu keluar kelas jangan cuman Ngendok di kelas aja, kalau gak ke kamar mandi sama shalat, pasti kau gak mau keluar”

“Ah, malas bukan kerjaanku”

“Ayolah! Sekali aja teman!”

“Sudahlah, aku mau ngerjakan tugas bapak itu tadi, nanti aku gak siap kalau cerita 
terus-terusan sama mu.” Ucapku memberhentikan percakapan diantara kami. Bukannya aku sombong, karena kalau aku terus meladeni pertanya-pertanyaan Jaka, maka 2 jam pun gak akan kelar, karena satu pertanyaan mengakar jadi 1000 pertanyaan.

Karena berhubung guru-guru akan mengadakan rapat, maka sisw/i diperbolehkan untuk pulang.

Gak bisa kebayang keadaan kelas kami dikala itu. Ada yang salto, ada yang kayang, bahkan ada yang sujud syukur. Karena jarang-jarang kami dapatkan momen-momen seperti ini, jadi wajar kami kegirangan.

“Kemana kita?” Ajak Jaka sambil merapikan tasnya.

“Pulang ajalah, aku lelah” Jawabku dengan wajah melas dibuat oleh angka.

“Jam segini? Gak kecepetan?”

“Aku mau istirahat, lagian bukannya besok kita ada ulangan kan?”

“Hmm, iyasudalah” Karena aku menolak untuk pergi dengan Jaka, maka Jaka pergi mendahuluiku.

Memang anak keliaran. Bukannya pulang, istirahat, belajar. Padahal besokkan ada ulangan harian.Ah tapi yasudalah! Gumamku didalam hati

*sesampainya dipintu gerbang

“Bukankah itu cewe yang tadi iya?” Gumamku penasaran.

“Eh iya, benerkan. Itu cewe yang kulihat diwaktu istirahat tadi.” Karena rasa penasaranku, maka aku berusaha mendekatinya.

“Eh, kamu!” Teriakku kearahnya”

“----“ Tak berkata apapun.

“Eh, sombong bener iya tuh cewek. Masih aja nyapa, udah dikacangin gitu aja” Gumamku sebal didalam hati. Karena penasaran ku kepadanya semakin besar, maka aku mencoba untuk berani berkenalan dengannya.

“Namaku Aryan, Siapa nama kamu?” Tanyaku sambil meyulurkan tangan.

“Namaku Bulan” Jawabnya singkat, menghiraukan jabatan yang disulurkan oleh ku.

“Bulan? Nama yang indah. Kamu murid baru iya?” Tanyaku lebih rinci.

“Iya, aku anak pindahan”

“Oh, pantaslah”

“Kenapa?” Tanyanya penasaran.

“Gapapa, asing aja gitu”

“Oh” Seperti tak peduli, ia meninggalkanku sendiri dipintu gerbang, tanpa pamit sedikitpun.
Telah tampak sosok laki-laki berjaket kulit mengendarai kereta King didepan pagar.


Siapa dia? Ayahnya? Abangnya? Sepupunya? Gumamku penasarsan.
Eh, tapi apa urusannya samaku, dia bukan siapa-siapa ku kok. Rasa penasaranku pecah seketika karena teringat sifatnya yang begitu cuek bahkan super super cuek.

Aku berjalan menulusuri setiap gang, Rumahku berada di Dusun Limas, kurang lebih 15 menit jika aku berjalan dari sekolah.

*sesampainya dirumah

“Lelah juga iya, padahal hari ini pulang cepat. Tapi kenapa gak habis keluar main aja rapatnya sih, kan gak belajar MATEMATIKA, gak pening ini otak karena angka” Sewotku sendirian, sembari melepaskan baju sekolah dan menggantungkannya di balik pintu kamarku.

Pukul 12.00 WIB

Krinnnggg! Dering telponku berbunyi, membangunkan ku dari tidur siangku. Aku ketiduran selepas mengganti baju, iyaa karena aku kelelahan.

“Jaka Syhaputra” Tertera jelas nama itu di layar Hp-ku.

“Ada apa lagi sih si kawan ini, ganggu tidur aja.” Sembari mengangkat telfon dari Jaka.

Ada apa?”
“Lu kenapa? Habis bangun tidur? Kok melas amat suara lu?”
“Iyaa, baru bangun ini. Ada apa sih?”
“Ntar sore ketemuan yuk! Ada yang mau ku bicarakan?”
“Bicara tentang apa? Di telp aja apa gak bisa?”
“Udahlah pokoknya datang ajalah”
“Kemana?”
“Ditempat biasa iya, jam 4 kutunggu”
“Iyaudah”

Apalagi sih yang mau diomongin sama si kawan ini. Tapi iyaudalah kita lihat nanti.

Pukul 16.00 WIB

Tepat pukul 4 sore, Ditempat yang sudah dijanjikan. Ternyata si Jaka sudah duduk menunggu Aryan sndiri.

“Haa, ada apa?” Datangku menghampiri Jaka yang kebetulan duduk sendirian di taman kota”

“Udah tau kabar anak baru disekolah belum?”

“Si cewek super cuek itu, yang bernama Bulan?”

“Lo, jadi kau udah tau?” Tanya Jaka penasaran.

“Itulah cewek yang kulihat sewaktu jam istirahat, dan sewaktu pulang di pintu gerbang aku sempat meghampirinya dan berusaha mengajaknya berkenalan, namanya Bulan. Tapi setelah berkenalan dia pergi begitu saja tanpa meninggalkan sepatah kata. Memang cewek super cuek!”

“Lu kenapa gak cerita sama gue?”

“Gimana sih, tapi lu yang ninggalin gue duluan. Gimana caranya gue cerita sama lu!”

“Ehh, iyaiyaaa” Jawab Jaka nyengir.

“Jadi, kau nyuruh aku datang kesini hanya untuk membahas cewek super cuek itu?” Sungguh membosankan!”

“Iyasudalah aku pamit duluan iya” Karena merasa kesal, maka Aryan meninggal Jaka sendiri di taman Kota tersebut.

Powered by Blogger.

About Us

Tentang Ku Fajar Kesuma Mustaqim